ABOUTJATIM.COM – The Smart City Observatory oleh IMD World Competitiveness baru-baru ini merilis daftar Smart City Index (SCI) 2023 atau indeks kota pintar di dunia.
Dalam penelitian yang melibatkan 141 kota di seluruh dunia, terdapat tiga kota di Indonesia yang masuk dalam daftar SCI 2023.
Namun, Kota Surabaya sayangnya tidak termasuk dalam daftar tersebut.
Menyikapi hal ini, Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, tidak mempermasalahkan ketiadaan Kota Pahlawan dalam daftar Smart City versi IMD World Competitiveness Center.
Ia menyatakan bahwa pihaknya sebelumnya tidak pernah melihat tim penilai turun langsung ke Kota Surabaya untuk melakukan evaluasi.
“Sebenarnya jika merujuk pada definisi kota pintar dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Surabaya, Bandung, dan Jakarta masuk dalam daftar. Namun dalam versi IMD, yang masuk adalah Jakarta, Medan, dan Makassar. Kami juga tidak mengetahui kriteria penilaiannya, dan tidak ada tim yang pernah turun untuk melakukan penilaian di sini,” ujar Wali Kota Eri Cahyadi pada Minggu (28/5/2023).
Oleh karena itu, Wali Kota Eri tidak mempermasalahkan ketidakmasukan Surabaya dalam daftar Smart City versi IMD.
Baginya, tujuan utama menjadi seorang wali kota adalah bagaimana ia dapat meningkatkan kebahagiaan warga Surabaya melalui pemanfaatan digitalisasi.
“Tujuan hidup saya sebagai wali kota adalah untuk membahagiakan warga Kota Surabaya dengan memanfaatkan digitalisasi, dengan memotong rantai dan mempercepat pelayanan publik. Itulah tujuan kita,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Wali Kota Eri menegaskan bahwa masuk dalam daftar smart city bukanlah tujuan utama Pemerintah Kota Surabaya.
Baginya, ketergantungan Surabaya masuk atau tidak masuk dalam daftar smart city tergantung pada tim penilai yang berbeda-beda.
“Jika kelak dikatakan Surabaya adalah smart city, maka kami akan menerimanya. Tergantung pada penilaian dan wilayah yang mereka survei. Mereka bisa melakukan survei di Surabaya atau di Makassar. Sama saja, Surabaya dan Bandung juga tidak masuk. Namun, apakah kita harus bertanya mengapa kami tidak masuk? Tidak perlu. Biarkan proses berjalan dengan sendirinya,” tegasnya.
Wali Kota Eri juga mencatat pengalamannya ketika Surabaya tidak masuk dalam daftar penerima penghargaan penanganan stunting terbaik di Indonesia.
Namun, setelah diketahui bahwa angka stunting di Surabaya merupakan yang terendah di Indonesia, banyak pihak yang terkejut dan berkunjung ke Kota Pahlawan.
“Karena yang penting bukanlah pengakuan semata, tetapi bagaimana pengakuan itu dapat memberikan manfaat bagi masyarakat,” jelasnya.
Sebagai mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, Wali Kota Eri mengungkapkan bahwa menurut penilaian Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Surabaya telah diakui sebagai Smart City. Namun, ketika ada penilaian dari pihak luar negeri, ia tidak mengetahui tim mana yang melakukan survei dan wilayah mana yang menjadi fokus penilaian.
“Walaupun begitu, saya tetap merasa bangga ketika daerah lain masuk dalam daftar smart city versi penilaian dari luar negeri. Bagi saya, lebih baik jika penghargaan smart city tersebut dapat disematkan secara bergantian kepada daerah lain di Indonesia,” tambahnya.
“Ini akan menunjukkan bahwa Indonesia secara keseluruhan merupakan negara yang menerapkan konsep smart city dan memiliki pelayanan publik yang baik.
Saya tidak ingin melihat persaingan antar daerah, tetapi lebih pada bagaimana kita dapat saling mendukung satu sama lain.
Saya merasa bangga ketika Makassar dan Medan masuk dalam daftar smart city, dan mungkin suatu saat giliran Surabaya akan kembali masuk,” pungkasnya.
Dalam menghadapi ketiadaan Surabaya dalam daftar Smart City Index 2023 versi IMD, Wali Kota Eri Cahyadi menunjukkan sikap yang bijak dan berfokus pada upaya memperbaharui pelayanan publik serta meningkatkan kualitas hidup warga Surabaya melalui penggunaan teknologi.
***