ABOUTJATIM.COM – Harga minyak mentah dunia kembali mengalami kenaikan. Peningkatan ini terjadi seiring dengan berita tentang kesepakatan plafon utang Amerika Serikat (AS), yang berpotensi mencegah default oleh konsumen minyak utama di dunia.
Selain itu, pasar juga diperhatikan kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed), yang dapat mempengaruhi permintaan energi.
Dalam catatan yang dirilis oleh broker Liquidity Energy LLC, euforia atas kesepakatan utang mengalami penurunan karena kekhawatiran akan adanya kenaikan suku bunga oleh The Fed pada bulan Juni.
Hal ini menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kenaikan harga minyak saat ini.
Dilansir dari Reuters, harga minyak mentah Brent berjangka naik sebesar 12 sen atau 0,2 persen menjadi USD 77,07 per barel.
Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate AS mengalami kenaikan sebesar 25 sen atau 0,3 persen menjadi USD 72,92 per barel.
Dalam beberapa waktu terakhir, Presiden AS Joe Biden dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kevin McCarthy berhasil mencapai kesepakatan untuk menunda plafon utang sebesar USD 31,4 triliun dan membatasi pengeluaran pemerintah selama dua tahun ke depan.
Kedua pemimpin tersebut meyakini bahwa anggota parlemen dari Partai Demokrat dan Republik akan mendukung kesepakatan tersebut.
Meskipun begitu, para analis memperkirakan bahwa kenaikan harga minyak tidak akan berlangsung lama.
Saat ini, pasar memperhitungkan kemungkinan sekitar 50-50 bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin lagi dalam pertemuan yang akan diadakan pada tanggal 13-14 Juni.
Angka ini naik dari prediksi sebulan yang lalu yang hanya sebesar 8,3 persen.
Pada pertemuan kebijakan terakhirnya pada tanggal 2-3 Mei, Federal Reserve telah memberikan sinyal terbuka bahwa mereka akan menghentikan siklus kenaikan suku bunga yang paling agresif sejak awal 1980-an pada bulan Juni ini.
Selain itu, nilai tukar dolar juga mengalami penurunan pada hari Selasa pagi.
Kesepakatan plafon utang yang telah dicapai menghidupkan kembali minat investor di pasar global dan melemahkan daya tarik dolar sebagai safe-haven.
Penurunan nilai tukar dolar ini membantu meningkatkan permintaan minyak yang diperdagangkan dalam dolar.
Pada tanggal 4 Juni mendatang, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia yang tergabung dalam OPEC+, dijadwalkan akan mengadakan pertemuan.
Menteri Energi Saudi, Abdulaziz bin Salman, telah memperingatkan para short-seller yang berani bertaruh bahwa harga minyak akan turun.
Hal ini menjadi pertanda bahwa OPEC+ dapat memangkas produksi lebih lanjut guna menjaga stabilitas harga minyak.
Meskipun demikian, beberapa pejabat dan sumber perminyakan Rusia, termasuk Wakil Perdana Menteri Alexander Novak, menunjukkan kecenderungan untuk mempertahankan produksi.
Rusia sebagai produsen minyak terbesar ketiga di dunia menginginkan stabilitas harga dan tidak terburu-buru mengambil langkah-langkah penyesuaian produksi.
Dengan adanya kesepakatan plafon utang AS dan kemungkinan kenaikan suku bunga oleh The Fed, harga minyak mentah dunia terus mengalami fluktuasi.
Pelaku pasar dan para analis terus memantau perkembangan situasi ini untuk mengantisipasi dampaknya terhadap pasar energi global.
Para pemangku kepentingan di sektor minyak perlu memperhatikan kebijakan dan keputusan yang akan diambil oleh OPEC+ dalam pertemuan mereka nanti.
***